Sesuatu peristiwa yang mengejutkan terjadi, penjual bubur tersebut tiba-tiba mengejar salah satu pembeli bubur yang baru selesai makan. Semua pembeli yang sedang makanpun menengok ke arah penjual bubur yang sedang mengejar tamunya tadi. Di antara mereka banyak yang berpikir dalam hati. ”Paling tamu tadi belum bayar” kata salah seorang tamu. ”Paling lali mbayar’ kata tamu yang lain. ”Orang tadi paling tergesa-gesa” kata tamu di sebelahnya. Setelah penjual bubur tadi dapat menangkap tamunya tadi. Ternyata penjual bubur tersebut hanya ingin mengatakan ”Terima kasih Pak”. Hal itu dilakukan, karena ketika tamu yang telah selesai makan dan meninggalkan tenda penjual bubur tersebut, sang penjual bubur tersebut baru melayani tamu lainnya yang sedang memesan bubur, sehingga tidak sempat mengucapkan terima kasih. ”Ucapan yang luar biasa” kata kawan saya Pak Idris menanggapi perbuatan yang dilakukan sang penjual bubur tersebut.
Strategi penjual bubur tersebut sangat sederhana, yaitu mempersilahkan tamu yang datang dengan ucapan ”Monggo” dan mengucapkan ”Terima kasih” kepada tamu yang meninggalkan penjual bubur tersebut. Penjual bubur yang polos tersebut tidak berpendidikan tinggi, tidak tahu apa itu pemasaran apalagi manajemen hubungan pelanggan, tetapi sang penjual bubur tersebut telah menggunakan kata yang dapat mengikat emosional pembelinya. Mungkin para tamunya akan menyimpan kata yang diucapkan penjual bubur tersebut untuk dirinya, keluarganya dan tetangganya. Ikatan emosional inilah yang mendorong tamunya menjadi loyal dan merekomendasikan kepada kawannya, keluarganya atau tetangganya. Demikian pula Pak Idris memberikan rekomendasi kepada saya, kalau nanti ke Surabaya untuk mencoba bubur di Jalan Karang Menjangan tersebut. Kadangkala kita perlu belajar kepada orang yang polos dan tidak berpendidikan, tetapi hatinya mampu menundukkan emosional pelanggannya dan memasukkan kata yang melekat di hati pelanggannya..Sumber artikel : Mohammad Suyanto
0 komentar: on "STRATEGI PENJUAL BUBUR"
Posting Komentar