Saya memahami kalau tukang becak yang dirampas becaknya itu menangis sejadi-jadinya. Tukang becak tersebut membeli becak dengan cara yang tidak mudah, tetesan keringat bertahun-tahun dengan cara mengangsur. Kadangkala, ia harus mengangsur harian, kadangkala mingguan atau kadangkala bulanan, bergantung apakah pada hari itu, ia memperoleh penumpang atau tidak. Maka becak itu dijadikan kawan setianya. Ia harus berpisah dengan kawan yang biasa diajak bergembira berjalan-jalan mengelingi kota besar bersama penumpang, kawan yang membuatnya sehat, karena tetesan keringat telah keluar akibat menggenjotnya untuk menghantarkan penumpang, kawan yang selalu dijadikan tempat tidur di malam hari, kawan tempat berteduh ketika hujan tiba, kawan yang membantu menghidupi keluarganya, kawan yang membuat istri menyambut dengan senyuman dan kawan yang membuat anaknya dapat bersekolah dan membeli mainan, sehingga anaknya dapat bergembira. Kini ia merasa kesepian, merasa bingung untuk menghidupi keluarganya, karena tidak punya keahlian, sebagai tukang becak satu-satunya keahliannya. Kawan setianya telah tiada, meninggalkannya selamanya. Ia orang kecil yang tersisihkan dari perkembangan kota besar yang semakin kehilangan kepekaan hati. Perlakuan orang seperti tukang becak, juga terdapat di dalam perusahaan. Orang-orang kecil tersebut seringkali menjadi korban seperti tukang becak. Ada yang kuat menghadapi, tetapi adapula yang tidak kuat menghadapinya.
Memanglah orang kecil dan teraniaya kadangkala terabaikan oleh kita, yang merasa menjadi orang besar. Seakan-akan kita tidak membutuhkan mereka, kita merasa mampu tanpa mereka. Kadangkala kita menganggap mereka sebagai sampah yang perlu disingkirkan. Pada hal, orang kecil yang teraniaya tersebut mempunyai senjata yang sangat ampuh. Senjata tersebut adalah doa. Doa orang yang teraniaya sangat didengarkan oleh Tuhan. Apa yang dioakan dapat segera terjadi. Kalau yang didoakan itu doa sangat negatif, maka sangat mengerikan bagi kita. Tuhan sangat mencintai orang yang ditimpa kemalangan dan bersabar serta mengembalikan bahwa sesungguhnya semuanya milik Allah dan akan kembali kepadaNya, maka Allah akan menepatkan di tempat yang terbaik.
Sebuah kisah yang patut kita simak adalah dialog antara Tuhan dan Nabi Musa. Ketika Nabi Musa ketika dipanggil Tuhan ke Gunung Thursina: ”Wahai Tuhan, manakah di antara tempat-tempat di dalam syurga yang paling Engkau sukai?”. Allah berfirman: ”Hai Musa, Hazhiratul Qudsi.” Kemudian Nabi Musa bertanya ”Wahai Tuhan, siapakah yang tinggal di sana?”. Allah berfirman ”Orang-orang yang mengalami kemalangan”. ”Wahai Tuhan sebutkan sifat-sifat mereka kepadaku” permintaan Nabi Musa. Allah berfirman ”Hai Musa, mereka adalah orang-orang yang apabila ditimpa cobaan, mereka bersabar, sedangkan apabila mereka ditimpa kemalangan maka mereka mengatakan sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali. Mereka itulah orang-orang yang tinggal di Hazhiratul Qudsi (Ar-Raudhah).
Sumber artikel : Mohammad Suyanto
0 komentar: on "BELAJAR DARI TUKANG BECAK (3)"
Posting Komentar