Mendengar ucapan Muhammad, Bahira lalu berkata, “Kalau begitu aku ingin engkau menjawab apa yang akan aku tanyakan kepadamu ini demi Allah.” Muhammad selanjutnya berkata, “Sekarang tanyakan apa yang ingin engkau ketahui.” Menurut Ibnu Ishaq, Bahira menanyakan berbagai hal kepada Muhammad kecil misalnya, keadaannya pada waktu tidur,pekerjaannya sehari-hari dan lain sebagainya. Muhammad menjawab semua pertanyaan itu dengan jelas. Semua jawaban yang beliau berikan tersebut ternyata sesuai dengan yang diperkirakan sang rahib. Bahira selanjutnya melihat bagian punggung Muhammad dan menyaksikan tanda kenabian di antara kedua pundaknya. Hal ini sesuai dengan apa yang ia ketahui tentang tanda-tanda yang dimiliki seorang nabi yang segera muncul di tengah-tengah manusia. Menurut Ibnu Hisyam bentuk tanda kenabian yang ada di punggung tersebut seperti bekas bekam.
Lebih lanjut Ibnu Ishaq berkata, “setelah mendapatkan seluruh jawaban yang diinginkannya dari Nabi saw, Bahira lalu menemui Abu Thalib dan berkata kepadanya, ‘apa hubungan anak ini denganmu ? Abu Thalib menjawab, “Ia adalah anak kandungku.” Bahira berkata, “ Ia pasti bukan anak kandungmu karena bapak anak itu tidak mungkin masih hidup.” Abu Thalib lalu menjawab,”Ia adalah anak saudara laki-lakiku.” Sang rahib kembali bertanya, “Bagaimana keadaan istrinya ketika bapak anak ini meninggal?” Abu Thalib menjawab,”Ibu anak ini sedang mengandungnya ketika bapaknya wafat.” Bahira selanjutnya berkata, “Engkau berkata benar. Sekarang segeralah pulang ke negerimu dengan membawa anak saudaramu ini. Bersikap waspadalah, jangan sampai orang-orang Yahudi mengetahui keadaannya! Demi Allah, sekiranya mereka melihatnya kemudian mengetahhui apa yang aku ketahui ini niscaya mereka akan berbuat jahat terhadapnya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya keponakanmu ini di kemudian hari akan membawa suatu yang besar. Oleh karena itu, segeralah bawa ia pulang ke rumahnya!” mendengar ucapan Bahira tersebut, Abu Thalib segera menyelesaikan urusan dagangnya di Syam dan setelah itu langsung membawa Nabi saw, pulang ke Mekah.
Sebagian besar ahli sejarah berpendapat bahwa dalam perjalanan dagang Abu Thalib yang diikuti Muhammad tersebut belum sempat memperoleh keuntungan apa-apa dari perdagangannya. Hal ini disebabkan Abu Thalib harus kembali ke Mekah atas saran dari Pendeta Nasrani Bahira. Bahira melihat adanya tanda-tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad s.a.w. dan khawatir kalau orang-orang Yahudi di Syam mengetahui akan keberadaan Nabi Muhammad s.a.w. sehingga berbuat tidak baik terhadap beliau. Kecintaan Abu Thalib kepada Nabi Muhammad s.a.w. membuat tidak ragu untuk melaksanakan saran tersebut.
Bushra merupakan kota yang memiliki kaitan dengan negeri-negeri Arab yang lain dalam bidang perdagangan. Di negeri ini terdapat pusat perdagangan yang besar dan bersifat terbuka bagi pedagang dari berbagai suku dan bangsa. Hal ini karena pemerintahan Byzantium memperbolehkan pedagang Arab bermukim di kota tersebut.
Sumber Artikel : Mohammad Suyanto
Lebih lanjut Ibnu Ishaq berkata, “setelah mendapatkan seluruh jawaban yang diinginkannya dari Nabi saw, Bahira lalu menemui Abu Thalib dan berkata kepadanya, ‘apa hubungan anak ini denganmu ? Abu Thalib menjawab, “Ia adalah anak kandungku.” Bahira berkata, “ Ia pasti bukan anak kandungmu karena bapak anak itu tidak mungkin masih hidup.” Abu Thalib lalu menjawab,”Ia adalah anak saudara laki-lakiku.” Sang rahib kembali bertanya, “Bagaimana keadaan istrinya ketika bapak anak ini meninggal?” Abu Thalib menjawab,”Ibu anak ini sedang mengandungnya ketika bapaknya wafat.” Bahira selanjutnya berkata, “Engkau berkata benar. Sekarang segeralah pulang ke negerimu dengan membawa anak saudaramu ini. Bersikap waspadalah, jangan sampai orang-orang Yahudi mengetahui keadaannya! Demi Allah, sekiranya mereka melihatnya kemudian mengetahhui apa yang aku ketahui ini niscaya mereka akan berbuat jahat terhadapnya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya keponakanmu ini di kemudian hari akan membawa suatu yang besar. Oleh karena itu, segeralah bawa ia pulang ke rumahnya!” mendengar ucapan Bahira tersebut, Abu Thalib segera menyelesaikan urusan dagangnya di Syam dan setelah itu langsung membawa Nabi saw, pulang ke Mekah.
Sebagian besar ahli sejarah berpendapat bahwa dalam perjalanan dagang Abu Thalib yang diikuti Muhammad tersebut belum sempat memperoleh keuntungan apa-apa dari perdagangannya. Hal ini disebabkan Abu Thalib harus kembali ke Mekah atas saran dari Pendeta Nasrani Bahira. Bahira melihat adanya tanda-tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad s.a.w. dan khawatir kalau orang-orang Yahudi di Syam mengetahui akan keberadaan Nabi Muhammad s.a.w. sehingga berbuat tidak baik terhadap beliau. Kecintaan Abu Thalib kepada Nabi Muhammad s.a.w. membuat tidak ragu untuk melaksanakan saran tersebut.
Bushra merupakan kota yang memiliki kaitan dengan negeri-negeri Arab yang lain dalam bidang perdagangan. Di negeri ini terdapat pusat perdagangan yang besar dan bersifat terbuka bagi pedagang dari berbagai suku dan bangsa. Hal ini karena pemerintahan Byzantium memperbolehkan pedagang Arab bermukim di kota tersebut.
Sumber Artikel : Mohammad Suyanto
0 komentar: on "PASAR PADA MASA RASULULLAH (2)"
Posting Komentar