Selasa, 22 Desember 2009

BELAJAR DARI SOPIR TAKSI (3)

Sejenak kemudian, sopir taksi tadi mulanjutkan ceritanya. ”Saya bersyukur Pak dapat bertobat. Saya sekarang berusaha untuk pulang sebelum Magrib, supaya saya dapat mengajak anak saya ke Masjid. Kadangkala saya juga datang ke pengajian Pak. Ya untuk menuntut ilmu agama. Kata Pak Ustad kalau bekerja seperti saya ini bila niatnya baik dianggap ibadah ya Pak” katanya. ”Mas Tri sudah hebat. Sudah tahu kalau kerja keras untuk menghidupi keluarga itu ibadah” saya menambahkan. ”Tetapi kalau saya tidak dapat pulang sebelum Magrib, saya menyadari tidak kuat beragama, maka anak saya suruh ke Masjid sendiri dan saya suruh untuk mengaji Pak. Jangan seperti Bapaknya. Saya berharap anak saya menjadi anak yang sholeh Pak. Maka kalau saya merasa setoran saya sudah mencukupi saya lebih baik pulang Pak. Untuk menyenangkan anak saya. Pernah saya tidak pulang karena harus ngejar setoran. Saya ini sopir 24 jam. Anak saya cuek sama saya. Tetapi kalau saya pulang sebelum Magrib, kadangkala saya dipuji oleh anak saya. Seakan kelelahan sebagai sopir, hilang seketika. Maaf ya Pak saya banyak omong” kata sopir taksi. ”Nggak apa-apa. Saya senang mendengar pengalaman Mas Tri” saya berusaha menyenangkan hatinya.

Sesaat kemudian sopir taksi itu bercerita kembali ”Saya juga bersyukur Pak, punya anak lucu-lucu, meskipun saya hanya sopir taksi. Saya punyak Pak Lik yang kaya raya Pak, hartanya banyak dan rumahnya banyak sekali termasuk rumah yang saya tempati, tetapi sayang Pak Lik tidak punya anak. Kelihatannya hidupnya tidak bahagia Pak, tiap hari hanya marah-marah saja. Kalau rumahnya banyak dan uangnya banyak tidak punya anak untuk apa ya Pak?” ”Bisa digunakan untuk amal sehingga dapat bermakna bagi orang lain” jawab saya. ”Oh begitu ya Pak. Rumah yang saya tempati meskipun dengan Pak Lik tetapi saya harus bayar sewa Pak. Tapi dapat diangsur” kata sopir taksi melanjutkan. ”Kalau seperti itu Mas Tri adalah perwira. Tidak mau sekedar digratiskan walaupun dengan Pak Liknya.” saya berusaha memujinya. ”Meskipun saya hanya sopir tetapi saya merasa bahagia Pak” sopir taksi itu mengungkapkan perasaannya. ”Benar apa yang dikatakan Mas Tri. kalau kita dapat menjalankan agama dengan baik yang dipenuhi dengan rasa syukur yang menjadikan hidup indah, kita menggunakan ilmu kita sehingga bermanfaat untuk orang lain, kita membangun keseimbangan rumah tangga yang menjadi istri dan anak sebagai penyejuk hati dan rumah sebagai surga, kita menyirami jiwa dengan rohani yang menjadikan jiwa yang bercahaya, dan mengelola harta kita yang bermakna bagi orang lain. Itulah yang membuat kita bahagia, meskipun hanya seorang sopir taksi.” saya sedikit berceramah.

Tidak begitu lama taksi berhenti, saya tidak terasa sudah sampai Bandara. ”Terima kasih ya Mas Tri. Ini saya beri lebih, mudah-mudahan Mas Triono dapat segera pulang ketemu putra-putranya yang lucu-lucu itu” kata saya. ”Terima kasih Pak. Oh ya Bapak namanya siapa?. Saya lupa tidak tanya tadi?”. ”Saya Pak Yanto” jawab saya. Kemudian saya keluar dari taksi sambil melambaikan tangan saya dengan rasa haru dan iapun membalas melambaikan tangan. Taksi meluncur meninggalkan saya. Saya telah belajar banyak pengalaman hidup, meskipun hanya dari seorang sopir taksi.

Sumber artikel : Mohammad Suyanto


Read Also:



Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "BELAJAR DARI SOPIR TAKSI (3)"

Posting Komentar