Kamis, 24 Desember 2009

BELAJAR DARI PENJUAL KORAN (2)

Meskipun kondisi fisik yang tidak sempurna dan menjelang tua, tidak menghalangi sang penjual koran tersebut tetap gigih untuk mencari nafkah dengan ketrampilan yang ada yaitu sebagai penjual koran. Ia jalani pekerjaan ini dengan suka ria dalam rangka bertanggungjawab kepada keluarganya, bertanggungjawab kepada istrinya, bertanggungjawab kepada kedua anaknya, masa depan anaknya dan memberi teladan kepada mereka. Ia tidak ingin anak-anaknya mempunyai pendidikan tidak seperti dia. Ia juga berharap agar anak-anaknya kelak dapat memperoleh pendidikan yang tinggi, bahkan dapat melanjutkan di perguruan tinggi. Cita-cita yang sangat mulia, melihat anaknya menyongsong masa depan dengan bahagia.

Kerja keras yang dilakukan penjual koran mulai membuahkan hasil, yaitu dapat membeli sepeda motor dalam rangka melayani pelanggannya agar korannya datang lebih pagi. Disamping itu penjual koran tersebut ingin selalu membahagiaan istri dan anaknya, terutama anaknya yang masih kecil. “Aku mau ikut Pak?” kata anaknya ketika akan pergi dengan sepeda motor barunya untuk mengurus suratnya. “Di rumah saja sama ibu ya?” kata penjual koran membujuk anaknya yang masih kecil tersebut. “Aku mau ikut Pak” teriak anaknya yang kecil tersebut. Penjual koran tersebut membujuknya anaknya untuk tetap tinggal di rumah bersama Ibunya.Setelah selesai dibujuk, berangkatlah ia menuju kantor di Sleman. Begitu pulang dari mengurus surat-menyurat kendaraan, ia cepat-cepat pulang berharap dapat segera membonceng anaknya yang masih TK tersebut berputar-putar di sekitar rumahnya agar anak tersebut senang dan bahagia. Sesampainya di rumah ia sangat terkejut ternyata anak yang ingin ia bahagiakan telah dipanggil menghadap Tuhan. Ia hanya menangis dan pasrah, karena anak tersebut merupakan anak yang baru lucu-lucunya, anak yang baru indah untuk dipandang, anak yang menyejukan hati, anak yang dapat mengobati rasa lelah setelah seharian berjualan koran. Ia harus mengikhlaskannya, Sang Pemilik telah memanggilnya dan berkehendak meletakkan disisi-Nya di tempat terbaik sebagai titipan surga untuk kedua orang tuanya. Di surga kelak anak tersebut memanggil-manggil ayah dan ibunya untuk bergabung bersamanya.

Thabrani meriwayatkan bahwa pada suatu ketika Rasulullah s.a.w. sedang duduk dengan para sahabatnya, tiba-tiba tampaklah di sana seorang yang masih muda yang amat kuat dan perkasa tubuhnya. Ia pagi-pagi itu telah bekerja dengan penuh semangat. Para sahabat lalu berkata : “Kasihan sekali orang ini, andaikata kemudaan serta kekuatannya itu untuk sabilillah (jalan Allah) alangkah baiknya.” Demi mendengar ucapan salah seorang sahabatnya, beliau bersabda : “Janganlah kamu sekalian mengatakan sedemikian itu, sebab orang itu kalau keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha untuk sabilillah. Jika ia bekerja itu untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun untuk sabilillah. Tetapi apabila bekerja karena untuk berpamer atau untuk bermegah-megahan, maka itu untuk sabilisy syaithan atau mengikuti jalan syetan. Pelajaran kedua yang kita peroleh dari penjual koran tersebut adalah bahwa ia bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya merupakan jalan menuju Allah.

Sumber artikel : Mohammad Suyanto


Read Also:



Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "BELAJAR DARI PENJUAL KORAN (2)"

Posting Komentar