Jatuh ditimpa kemalangan ibarat badan yang penuh kotoran. Bangkit kembali dan menyapu debu dari badan kita penuh dengan kotoran dan mulai dari awal lagi yang harus kita lakukan. Namun kearifan seperti itu bertentangan dengan budaya yang ada di perusahaan saat ini. Tidak boleh melakukan kesalahan, tidak boleh melebihi anggaran yang telah ditetapkan secara ketat dan tidak boleh tidak sampai mencapai target yang telah ditentukan. Jika target tidak terpenuhi maka tidak ada bonus. Saat ini tidak ada perusahaan yang memberikan bonus kepada kesalahan. Karena dalam perusahaan, etos kerja yang ada adalah kalau kamu membuat kesalahan, kamu akan mendapat sanksi. Inilah salah satu alasan utama tersebarnya atmosfir ketakutan yang mendominasi budaya perusahaan, demikian tulis Zohar dan Marshal dalam Spiritual Capital.
Lebih mendalam lagi, mengambil manfaat dari kemalangan menuntut pengakuan akan sebuah fakta tragis bahwa tidak semua masalah memiliki solusi, tidak semua perbedaan bisa didamaikan, biarpun demikian, kita harus mampu tp melangkah maju.Pengakuan semacam ini memberikan kearifan mendalam dan kematangan, sebuah perasaan bahwa saya telah berdamai dengan kehidupan atau minimal perasaan bahwa saya telah memberikan perlawanan yang hebat terhadap kehidupan. Pada gilirannya, menghadapi dengan ringan tragedi atau kegagalan akan membantu membangun kepercayaan mendasar pada kehidupan dan karena itu membantu meningkatkan kemampuan untuk hidup bersama ketidakpastian.
Sebaliknya orang yang tidak bisa menggunakan kemalangan secara positif biasanya teperosok ke dalam sikap mengasihani diri sendiri, merasa dikorbankan, atau menyalahkan orang lain. Perusahaan yang suka mencari-cari kambing hitam yang bisa disalahkan atau dipecat menunjukkan gejala ini. Ketidakmampuan untuk menerima kegagalan atau penderitaan akan menimbulkan keputusasaan dan perasaan kalah. Ini semua menyebabkan kerusakan lebih lanjut berupa pembelaan dan sinisme permanen, alih-alih menyebabkan perbaikan. Ini bisa menyebabkan berulang-ulangnya kesalahan yang sama.
Kemalangan dapat diubah dengan kesuksesan sejati seperti yang dilakukan oleh Nabi Musa ketika dipanggil Tuhan ke Gunung Thursina: ”Wahai Tuhan, manakah di antara tempat-tempat di dalam syurga yang paling Engkau sukai?”. Allah berfirman: ”Hai Musa, Hazhiratul Qudsi.” Kemudian Nabi Musa bertanya ”Wahai Tuhan, siapakah yang tinggal di sana?”. Allah berfirman ”Orang-orang yang mengalami kemalangan”. ”Wahai Tuhan sebutkan sifat-sifat mereka kepadaku” permintaan Nabi Musa. Allah berfirman ”Hai Musa, mereka adalah orang-orang yang apabila ditimpa cobaan, mereka bersabar, sedangkan apabila mereka ditimpa kemalangan maka mereka mengatakan sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali. Mereka itulah orang-orang yang tinggal di Hazhiratul Qudsi (Ar-Raudhah).
Sumber Artikel : M.suyanto
Lebih mendalam lagi, mengambil manfaat dari kemalangan menuntut pengakuan akan sebuah fakta tragis bahwa tidak semua masalah memiliki solusi, tidak semua perbedaan bisa didamaikan, biarpun demikian, kita harus mampu tp melangkah maju.Pengakuan semacam ini memberikan kearifan mendalam dan kematangan, sebuah perasaan bahwa saya telah berdamai dengan kehidupan atau minimal perasaan bahwa saya telah memberikan perlawanan yang hebat terhadap kehidupan. Pada gilirannya, menghadapi dengan ringan tragedi atau kegagalan akan membantu membangun kepercayaan mendasar pada kehidupan dan karena itu membantu meningkatkan kemampuan untuk hidup bersama ketidakpastian.
Sebaliknya orang yang tidak bisa menggunakan kemalangan secara positif biasanya teperosok ke dalam sikap mengasihani diri sendiri, merasa dikorbankan, atau menyalahkan orang lain. Perusahaan yang suka mencari-cari kambing hitam yang bisa disalahkan atau dipecat menunjukkan gejala ini. Ketidakmampuan untuk menerima kegagalan atau penderitaan akan menimbulkan keputusasaan dan perasaan kalah. Ini semua menyebabkan kerusakan lebih lanjut berupa pembelaan dan sinisme permanen, alih-alih menyebabkan perbaikan. Ini bisa menyebabkan berulang-ulangnya kesalahan yang sama.
Kemalangan dapat diubah dengan kesuksesan sejati seperti yang dilakukan oleh Nabi Musa ketika dipanggil Tuhan ke Gunung Thursina: ”Wahai Tuhan, manakah di antara tempat-tempat di dalam syurga yang paling Engkau sukai?”. Allah berfirman: ”Hai Musa, Hazhiratul Qudsi.” Kemudian Nabi Musa bertanya ”Wahai Tuhan, siapakah yang tinggal di sana?”. Allah berfirman ”Orang-orang yang mengalami kemalangan”. ”Wahai Tuhan sebutkan sifat-sifat mereka kepadaku” permintaan Nabi Musa. Allah berfirman ”Hai Musa, mereka adalah orang-orang yang apabila ditimpa cobaan, mereka bersabar, sedangkan apabila mereka ditimpa kemalangan maka mereka mengatakan sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali. Mereka itulah orang-orang yang tinggal di Hazhiratul Qudsi (Ar-Raudhah).
Sumber Artikel : M.suyanto
0 komentar: on "MENGUBAH KEMALANGAN DENGAN KESUKSESAN SEJATI"
Posting Komentar