Dalam buku Muqaddimah, Ibnu Khaldun memberikan sumbangan dengan lintas disiplin model dinamik. Keseluruhan model Ibnu Khaldun dapat diringkas dalam nasihatnya kepada para raja sebagai berikut. Kekuatan kedaulatan (al-mulk) tidak dapat dipertahankan kecuali dengan mengimplementasikan syariah. Syariah tidak dapat diimplementasikan kecuali oleh sebuah kedaulatan (al-mulk). Kedaulatan tak akan memperoleh kekuatan kecuali bila didukung oleh sumber daya manusia (ar-rijal). Sumber daya manusia tidak dapat dipertahankan kecuali dengan harta benda (al –mal). Harta benda tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan (al – imarah). Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali dengan pembangunan (al-adl). Keadilan merupakan tolok ukur (al-mizan) yang dipakai Allah untuk mengevaluasi manusia dan Kedaulatan mengandung muatan tanggung jawab untuk menegakkan keadilan.
Nasihat ini mencerminkan karakter dinamik dan lintas disiplin dari analisis Ibnu Khaldun. Ia bersifat lintas disiplin karena menghubungkan semua variabel politik dan sosioekonomi yang penting, seperti Syariah (S), otoritas politik atau wazi (G), manusia atau rijal (N), harta benda atau mal (W), pembangunan atau imarah (g) dan keadilan atau al-adl (j), dalam sebuah daur perputaran interdependen, masing-masing mempengaruhi yang lain dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh yang lain pula. Mengingat operasi daur ini terjadi dalam sebuah reaksi berantai dalam suatu perioede yang panjang suatu dimensi dinamisme dimasukkan ke dalam keseluruhan analisis dan membantu menjelaskan bagaimana faktor-faktor politik, moral, sosial dan ekonomi berinteraksi terus menerus dan mempengaruhi kemajuan dan kemunduran atau jatuh dan bangunnya suatu peradaban. Hal ini juga berlaku jatuh bangunnya perusahaan ditentukan oleh Syariah (S), kebijakan manajemen (G), kualitas sumberdaya manusia (N), modal perusahaan (W), kinerja perusahaan (g) dan keadilan (j) yang diterapkan dalam perusahaan.
Dalam buku At-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk, yang ditulis oleh Al-Ghazali dikisahkan Zaid bin Aslam bertutur sebagai berikut : Pada suatu malam , aku melihat Umar bin Khaththab berkeliling bersama para peronda malam. Aku menemuinya dan berkata “Bolehkah aku menemanimu?”. Umar menjawab “Tentu”. Ketika kami ke luar kota, kami melihat api, kami berkata “Mungkin di sana ada seorang pengembara”. Kami menuju api itu. Kami melihat seorang janda perempuan dengan tiga anaknya yang sedang menangis. Perempuan itu telah menaruh panci di atas api tersebut. Perempuan itu berkata “Ya Allah berilah aku keadilan dari Umar. Ambilkan hakku darinya dengan benar. Dia kekenyangan sedang kami kelaparan.” Mendengar perkataan itu Umar menghampirinya dan mengucapkan salam kepadanya. Ia kemudian berkata “Bolehkah aku mendekat kepadamu?”. Perempuan itu berkata “Jika engkau mendekati aku untuk berbuat baik maka dengan nama Allah aku ijinkan”. Umar mendekat dan bertanya kepadanya mengenai keadaan dia dan anak-anaknya. Perempuan itu berkata “Aku dan anak-anakku datang dari tempat yang jauh. Aku merasa takut sedangkan mereka merasa lapar. Aku dan anak-anakku sudah kelelahan dan kelaparan sehingga mereka tidak bisa tidur”. Umar bertanya “Lalu apa yang ada dalam panci itu?” Perempuan itu berkata “Aku menaruh air di dalam panci itu untuk mengalihkan perhatian mereka sehingga mereka mengira bahwa itu adalah makanan. Dengan demikian mereka akan bersabar.” Umar pergi menuju toko makanan untuk membeli makanan. Dia pergi ke toko tepung dan membeli tepung sekarung penuh. Kemudian menaruh karung itu di pundaknya dan pergi menemui perempuan tadi dan anak-anaknya. Zaid berkata “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku memanggul karung itu.” Umar berkata “Kalau engkau memanggulkan karung itu untukku, lalu siapa yang akan menanggung dosaku dan yang akan menghalangi aku dari doa perempuan dan anak-anaknya itu?”. Akhirnya Umar memanggul sendiri karung itu sambil menangis hingga sampai tempat perempuan tadi. Perempuan itu berkata “Terima kasih, semoga Allah membalas kebaikanmu dengan balasan yang lebih baik.” Umar mengambil beberapa bagian tepung dan sejumlah makanan, kemudian menaruhnya dalam panci dan menyalakan apinya. Setiap kali apinya mati, dia meniupnya sehingga debunya berjatuhan ke wajah dan pakaiannya. Dia lakukan itu sampai makanan tersebut matang. Kemudian Umar menaruh makanan itu di dalam mangkuk besar dan berkata kepada perempuan tadi “Makanlah”. Akhirnya, perempuan dan anak-anaknya makan makanan tersebut. Umar berkata “Wahai perempuan, janganlah engkau mendoakan kecelakaan bagi Umar karena sesungguhnya dia tidak mengetahui berita tentang keadaanmu dan anak-anakmu.” Umar menghadirkan hati dan jiwa dalam meminpin.
Dalam buku Corporate Mystic perusahaan-perusahaan yang sukses dalam jangka panjang, para manajernya sangat menjaga etika dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual. Mereka bukan hanya menghadirkan uang, melainkan juga melainkan juga hati dan jiwa mereka dalam bekerja., sesuai nasehat Ibnu khaldun tersebut. Hati dan jiwa merupakan ruh perusahaan yang sukses.
Sumber artikel : Mohammad Suyanto
0 komentar: on "RUH PERUSAHAAN SUKSES"
Posting Komentar