Selasa, 10 November 2009

Kegagalan Memandu Cita-cita

KETIKA saya harus ditinggal oleh kedua orangtua saya semasa usia saya 3 tahun, ketika ditolak cinta saya sebanyak 5 kali dan harus menerima hasil yang pahit untuk tidak diterima di Fakultas Teknik Industri di Institut Teknologi Bandung

Saya harus membuang jauh cita-cita untuk menjadi mahasiswa Fakultas Teknik Industri di ITB. Seakan-akan cita-cita saya selama ini selalu kandas dan selalu gagal. Ternyata kesemuanya mengandung hikmah yang luar biasa bagi saya. Seandainya saya diterima di Fakultas Teknik ITB, saya tidak bisa membayangkan, bagaimana saya membiayai sekolah, membiayai kos-kosan, mengisi perut, membeli buku dan mengongkosi transportasi menuju kampus, karena saya anaknya orang tidak mampu, sudah tidak dibiayai oleh kedua orangtua harus mencari biaya sendiri dan di Bandung tidak mempunyai famili. Bagaimana saya dapat memperoleh uang untuk itu semua.

Meskipun demikian akhirnya saya diterima di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Fisika UGM. Saya mengucap syukur Alhamdulillah dapat diterima. Ternyata saya sekarang baru menyadari, itulah fakultas terbaik. Barangkali Tuhan memilihkan fakultas tersebut untuk saya. Dengan diterima di FMIPA Fisika UGM, sehingga saya masih bisa ikut Paman saya di Yogya. Pada saat awal terbayang bahwa lulus dari FMIPA Fisika peluang terbesarnya jadi Dosen atau Guru.

Pada saat itu Dosen atau Guru merupakan pekerjaan yang saya benci, karena saya tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Saya adalah orang yang dianugerahi Allah berbicara cedal. Saya membayangkan kalau di depan kelas pasti mahasiswa-mahasiswa atau murid-murid saya akan menertawakan saya, akan menirukan kecedalan saya. Itulah merupakan hambatan terbesar pada diri saya. Memanglah ketika itu saya dijuluki anak pendiam dan jarang berbicara. Tetapi sesungguhnya, karena kalau berbicara cedal maka takut kalau ditertawakan. Sehingga, ketika itu saya ingin menjadi Peneliti, yang tidak banyak berbicara. Hanya berbicara dengan hati, dengan tabung gelas, dengan pipet dengan timbangan dengan alat-alat pengukur listrik, dengan meja-meja praktikum.

Tetapi cita-cita saya sebagai seorang Peneliti itu tak dapat saya wujudkan. Saya terpaksa harus mencari biaya untuk dapat membiayai kuliah saya. Satu-satunya peluang hanyalah menjadi Guru, karena saya mahasiswa FMIPA Fisika. Pekerjaan itu saya peroleh dengan perjalanan panjang dan penuh liku. Berbagai macam kegagalan harus saya terima sebelum saya menjadi Guru SMP dan SMA Muhammadiyah Kasihan Bantul. Berawal dari Guru inilah akhirnya saya bisa menjadi pengusaha. Barangkali Allah telah memandu saya dari berbagai macam kegagalan yang akhirnya menjadi Guru. Berkat dari Guru inilah saya dapat seperti sekarang ini. Dapat memberikan seminar dan mengajar di mana-mana, dapat menulis di koran dan jurnal-jurnal ilmiah serta dapat menulis buku.

Mulai dari ilmu kewirausahaan, manajemen, komunikasi, teknologi informasi, psikologi. Pada saat tulisan ini, 9 dari 10 buku saya menjadi buku best seller. Saya berkeinginan untuk menjadi Guru kembali, yang dapat memberikan makna kepada banyak orang dan bagi diri dan keluarga saya, yaitu Guru Besar. Sekarang saya baru menyadari bahwa kegagalan-kegagalan saya di masa lalu tersebut memandu saya menuju cita-cita yang sesungguhnya.


Sumber Artikel : M.suyanto




Read Also:



Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Kegagalan Memandu Cita-cita"

Posting Komentar